Temanggung_budaya
I. Pasar Jumat Pahing, Peninggalan Mbah Kyai Pahing yang Tetap Eksis Hingga Kini
Kalender Jawa dikenal dengan adanya nama-nama pasar, orang Jawa biasa menyebutnya pasaran. Ada lima nama pasar yang terdapat pada kalender Jawa, yaitu Pon, Wage, Kliwon, Legi dan Pahing. Nama pasaran itu akan terus berurutan mengikuti hari dan tanggal di setiap bulannya.
Dalam satu bulan terdapat satu hari di mana hari itu adalah hari Kamis Legi atau malam Jum’at Pahing. Pasar Jum’at Pahing ini diselenggarakan setiap malam Jum’at Pahing, sehingga dinamakan pasar Jumat Pahing. Letak Pasar Jum’at Pahing ini ada di Desa Menggoro, Kecamatan Tembarak, Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah.
Pasar ini menjual macam-macam, mulai dari makanan, minuman, pakaian, mainan, dan masih banyak lagi. Salah satu makanan yang paling terkenal di pasar ini adalah Brongkos Kikil khas Menggoro. Banyak orang yang berdatangan untuk menikmati hidangan primadona ini di pasar Jum’at Pahing. Selain brongkos kikil khas Menggoro, banyak makanan tradisional yang dijual di pasar ini, yaitu onde-onde, kue cucur, kethek, aneka baceman dan banyak lainnya.
Selain itu, pasar Jum’at Pahing juga dikenal sebagai tradisi peninggalan Mbah Kyai Pahing, di mana beliau adalah juru kunci atau takmir masjid Menggoro. Awal berdirinya pasar Jum’at Pahing ini adalah karena pada setiap malam Jum’at, Mbah Kyai Pahing selalu mengadakan mujahadah di masjid Menggoro dan dipimpin oleh Kyai Adam Muhammad. Dari Jum’at ke Jum’at, jama’ahnya semakin banyak dan ramai, bahkan orang-orang dari luar desa bahkan luar kota banyak yang berdatangan ke masjid ini dan melakukan mujahadah bersama. Karena jumlah jama’ah semakin banyak, maka Nyi Pahing (istri Kyai Pahing) membuka lapak dan berjualan makanan serta minuman. Setelah Kyai Adam Muhammad meninggal, maka mujahadah yang biasanya diadakan setiap malam Jum’at, akhirnya diadakan sebulan sekali yaitu di malam Jum’at Pahing. Hal ini dikarenakan kyai di Menggoro sibuk berdakwah dan sibuk dengal hal lainnya. Sejak saat itulah area masjid Menggoro semakin ramai oleh para pedagang, dan dikenal sebagai Pasar Jum’at Pahing.
Barcode Lokasi
Warga di Desa Wisata Cepit Pagergunung Kecamatan Bulu, Kabupaten Temanggung punya tradisi sendiri dalam menyambut malam ke-21 bulan suci Ramadhan. Tradisi itu adalah mendaki Gunung Sumbing untuk berziarah ke pesarean Ki Ageng Makukuhan. Uniknya, tradisi itu dilakukan malam hari dan sepanjang jalan pendakian telah dipasang ribuan oncor untuk penerangan.
Barcode Lokasi
II.Tradisi MENDAKI GUNUNG SUMBING DI MALAM KE-21 RAMADHAN
Tradisi ini tidak cuma diminati warga Desa Wisata Cepit Pagergunung, tetapi juga pendaki dari luar Temanggung, bahkan mancanegara. Mereka yang datang dari luar Temanggung, telah datang sehari sebelum acara berlangsung dan langsung membaur dengan warga yang juga akan mendaki ke Gunung Sumbing.
Sedangkan kegiatan pendakian dilakukan setelah sholat tarawih rampung. Menandai kegiatan pendakian ini, telah dinyalakan ribuan oncor semenjak sore sebelum acara pendakian dimulai. Untuk tradisi tahun ini, sebanyak 7.000 oncor telah disiapkan sebelum malam ke-21 Ramadhan.
“Oncor akan dinyalakan mulai sore hari, akan menerangi jalanan dari Base Camp Pendakian Cepit hingga Pos 1 Pendakian Gunung Sumbing, kira-kira sejauh tiga kilometer. Sepanjang jalan dengan penerangan oncor ini menjadi jalan pemandu ribuan pendaki yang akan mendaki sore hingga malam nanti,” ungkap Kepala Desa Pagergunung, Sukarman, seperti yang dilansir dari suaramerdeka.com, Senin (13/5).
Sebelum tradisi pendakian dimulai, atau saat menjelang berbuka, warga Desa Cepit telah menyiapkan nasi tumpeng dan ingkung untuk didoakan di masjid setempat. Setelah itu menu nasi tumpeng dan ingkung menjadi menu berbuka puasa.
Kemudian setelah sholat tarawih, baru dilakukan pendakian. Mereka yang sudah tidak kuat mendaki, hanya bisa melepas para pendaki untuk berziarah ke Pesarean Makukuhan.
Pemandangan menarik dari kejauhan adalah saat para pendaki berada di punggung gunung. Yaitu cahaya lampu senter dan penerangan lain yang mereka bawa bagaikan naga menari di punggung gunung tanpa putus dari puncak Gunung Sumbing hingga Basecamp Cepit.
Selanjutnya, setelah ziarah rampung, rombongan pendaki baru pulang ke Desa Cepit saat setelah Sholat Subuh dan disambut warga kembali.
Perlu diketahui puncak Gunung Sumbing itu terdapat pesarean penyebar agama Islam yang sangat sohor di wilayah lereng Gunung Sumbing dan Sindoro, yaitu Ki Ageng Makukuhan. Semenjak abad 16, masyarakat lereng Gunung Sumbing punya tradisi ziarah ke Pesarean Makukuhan dan dilakukan setiap malam 21 Ramadhan.
Komentar
Posting Komentar